Minggu, 28 November 2010

salah satu kuliner khas cirebon "nasi jamblang"

Sepiring Nasi Jamblang Cirebon
Wisata kuliner yang berakar pada kaum proletar punya keunikan sendiri, dan masing-masing daerah ternyata memiliki sejarah dan citarasanya masing-masing dengan keunikannya yang berlainan.
Di Jawa Tengah kita mengenal nasi kucing alias sego kucing alias Hik di daerah Solo, yang lebih dikenal dengan angkringan di Jogjakarta. Di Cirebon, terkenal dengan nasi jamblang-nya yang khas.
.
Nasi Jamblang Mang Dul - Cirebon
Nasi Jamblang Mang Dul, berlokasi di perempatan seberang Grage Mall. Jam 1 siang, warung ramai… begitu sampai di meja, lauknya beberapa sudah habis. Memang kata penjualnya sebelum jam 2 biasanya sudah habis. Dan yang menakjubkan, BUKA MULAI JAM 4 PAGI!!! potret di atas suasana jam 6 pagi. Jalanan masih relatif sepi, tapi di depan Nasi Jamblang Mang Dul sudah ramai berjajar motor pada beli nasi jamblang di jam sepagi itu. Mantap…
.
Deretan Menu Nasi Jamblang Cirebon
Ada sayur tahu, ada semur daging, ada telur dadar, ada gorengan tahu tempe dan jambal, ada sate usus, dan masih ada beberapa lauk lainnya. Semua terhampar berjajar paralel di sebuah meja panjang di pojok warung makan tersebut. Khusus untuk Nasi Jamblangnya, terdapat di keranjang belakang… kita tinggal bilang mau 1 bungkus, 2 bungkus, atau malah 3 bungkus. Sejarah nasi jamblang ini, ternyata bermula di daerah pinggiran Cirebon – kemudian berkembang di daerah Jamblang. Awalnya Nasi Jamblang ini diperuntukkan sebagai makanan para pekerja, dan tidak dibungkus dengan daun jati seperti sekarang ini melainkan dengan daun pisang. Seiring dengan makin tenarnya nasi jamblang ini, maka perlu dicari pengganti daun pisang yang makin langka dan mahal. Terpilihlah daun jati yang ternyata malah lebih ulet seratnya. Jadilah Nasi Jamblang berbungkuskan daun jati seperti yang menjadi ciri khasnya yang kita kenal saat ini.
Nasi jamblang yang kental bernuansakan kaum pekerja menuntut warung nasi jamblang untuk buka dari pagi hari. Jadilah nasi jamblang ini sebagai perlambang giatnya kaum pekerja yang sudah harus mengisi energinya dari pagi-pagi buta. Selamat mencoba.......!!!

Warung "Nasi Bancakan"

 "Nasi Bancakan", demikian nama warung makan ini...
Berlokasi di Jl. Trunojoyo no. 62 Bandung, bersebelahan dengan resto Sambara, berjarak sekitar 300 meter dari Gedung Sate/Lapangan Gasibu.
Makanan yang disajikan di Nasi Bancakan ini tentunya khas sunda, tetapi dengan beberapa pilihan masakan unik jaman baheula, yang jarang ditemuin di tempat lain. Selain makanan standar seperti ayam goreng, sayur asem, perkedel, aneka pepes dan lain-lain, kita juga bisa menemukan makanan yang mungkin terdengar asing bagi sebagian orang, sebut saja ceos kacang merah, gejos cabe hejo, hampas kecap, tumis lember, tumis kadedemes, tumis suung dan masih banyak yang lain. Untuk nasi, kita bisa memilih Nasi Liwet atau Nasi Daun. Harga? Relatif sangat terjangkau, mulai dari 500-an (krupuk aci) sampai 7000-an. Rata-rata 5000-an lah...

Oh iya, makanan-makanan tersebut disajikan dalam "baskom" seng putih dengan corak bunga-bunga, oldies banget. Tidak cukup dengan itu, kita pun akan memakan makanan itu diatas piring seng dan gelas seng yang mungkin sekarang udah gak ada yang jual lagi. Acung dua jempol untuk totalitas dalam membangun image kampungan di resto ini.

Buat minum saya pilih Es Cingcau plus kelapa muda. Atau bisa juga pilih Bandrek, minuman khas sunda berbahan dasar jahe. Hangatnya sampe ke badan.

Dan untuk dessert, tersedia kue balok. Apa itu? Kue jadul yang mirip dengan pukis, tetapi uniknya dimasak dengan arang (atas dan bawah), kehangatan dan kematangannya merata di seluruh kue. Gak usah banyak cerita, langsung aja meluncur ke warung Nasi Bancakan, dan anda akan menemukan sensasi tersendiri. Tapiiii (mengutip spanduk yang terpampang besar di ruang tengahnya), "Omat... lamun dahar lima ulah ngaku hiji, da Gusti mah Maha Uninga, sing karunya ka emang, hehehe" (Ingat... kalau makan lima jangan bilang satu, Tuhan Maha Mengetahui, kasihan dong sama Mang Barna) hehehe...